Pohon yang suka Memberi | Dongeng Anak-anak | Fairy Tales

Suatu ketika, di padang rumput yang damai, berdiri sebuah pohon apel yang megah. Pohon ini bukan sembarang pohon; itu adalah pohon pemberi. Ia memiliki hati sebesar cabang-cabangnya, dan akarnya tertanam dalam dengan cinta.

Suatu hari yang cerah, seorang anak kecil datang melompat-lompat ke padang rumput. "Halo, Pohon!" serunya sambil menatap dahan-dahan yang dipenuhi apel merah matang.

"Halo, Nak!" jawab pohon itu dengan gemerisik dedaunan. Sejak hari itu, persahabatan indah berkembang antara anak laki-laki dan pohon itu. Anak laki-laki itu bermain dan tertawa, memanjat batang pohon, berayun dari dahannya, dan menikmati manisnya rasa apel.

Seiring bertambahnya usia anak laki-laki tersebut, kunjungannya ke pohon tersebut menjadi semakin jarang. Dia kembali hanya ketika dia membutuhkan sesuatu – apel untuk dijual, ranting untuk membangun rumah, dan bahkan bagasi untuk perahu. Setiap kali, pohon itu dengan senang hati memberikan apa pun yang bisa membuat anak itu puas.

Pohon itu menyaksikan anak laki-laki itu berubah menjadi anak kecil yang “menerima”, kemudian menjadi remaja, dan kemudian, menjadi pria paruh baya. Namun, tidak peduli berapa banyak yang diambil anak laki-laki itu, pohon itu tetap bahagia.

Suatu hari, ketika anak laki-laki itu mendekati pohon itu, yang kini sudah tua, dia melihat hanya ada tunggul pohon yang tersisa. “Maafkan aku, Nak,” bisik pohon itu lemah, “Aku tidak bisa menyediakan tempat berteduh, apel, atau bahan-bahan seperti dulu.”

Namun anak laki-laki itu, yang kini sudah tua, hanya menghela nafas dan berkata, “Yang kuinginkan sekarang hanyalah tempat yang tenang untuk duduk dan beristirahat.”

Pohon pemberi, meski hanya berupa tunggul, dengan senang hati memberikan apa yang dibutuhkan anak laki-laki itu. Lelaki tua itu duduk, merasakan angin sejuk, dan pohon itu kembali gembira.

Dalam keheningan padang rumput, lelaki tua itu menyadari keindahan cinta abadi pohon dan pemberian tanpa pamrih sepanjang hidupnya. Dia merasakan sedikit penyesalan karena telah mengambil begitu banyak dan berterima kasih kepada pohon tersebut atas kebaikannya yang tak tergoyahkan.

Saat matahari terbenam, memancarkan cahaya hangat di padang rumput, anak laki-laki dan pohon itu berbagi momen pemahaman yang tenang. Anak laki-laki itu, yang kini sudah tua, beristirahat di dekat tunggul pohon, menghargai persahabatan seumur hidup dan pelajaran berharga dari pohon pemberi. Dan saat bintang-bintang berkelap-kelip di atas kepala, rasa damai menyelimuti padang rumput, menandai akhir dari kisah cinta, persahabatan, dan semangat memberi yang tak lekang oleh waktu.

Rate this article

Getting Info...

Post a Comment

Copyright ©Celitama.com - All rights reserved.

Redesign by bloggun.xyz
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
More Details